Jumat, 23 Desember 2011

TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN [ISD]

TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan cerah, kepercayaannya sudah mendalam. Ini merupakan sikap yang wajar asalkan tetap dalam konteks penglihatan yang rasional. Sebab teknologi selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.

Menurut Schumacher, dalam Kecil itu Indah, dunia modern yang dibentuk oleh teknologi menghadapai tiga krisis sekaligus yaitu:

1. Sifat kemanusiaan berontah terhadap pola-pola politik, organisasi dan teknologi

yang tidak berperikemanusiaan, yang terasa menyesakkan nafas dan melemahkan badan.

2. Lingkungan hidup menderita dan menunjukkan tanda-tanda setengah binasa.

3. Penggunaan sumber daya yang tidak dapat dipulihkan sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya alam tersebut seperti bahan bakar fosil.

Teknologi

Dalam konsep pragmatis dengan kemungkina berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge) dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metodi sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani.” (Eugene Staley, 1970).

Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengeubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudu “The Technological Society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik. Meskipun untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Batasan ini bukan bentuk teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing2 dan observasi fakta dari apa yang disebut manusia modern dengan perlengkapan tekniknya. Jadi teknik menurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang sudah distandarisasi dan diperhitungkan sebelumnya.

Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.

2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.

3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.

4. Teknis berkembang pada suatu kebudayaan.

5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.

6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebuadayaan.

7. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip sendiri.

Teknologi tepat guna sering tidak berdaya menghadapi teknologi Barat, yang sering masuk dengan ditunggangi oleh segelintir orang atau kelompok yang bermodal besar. Ciri-ciri teknologi Barat tersebut adalah:

1. Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dll. Sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.

2. Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.

3. Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adlaah menganggap dirinya sebagai pusat yang lain feriferi, waktu berkaitan dengan kemanjuan secara linier, memahami realitas secara terpisah dan berpandangan manusia sebagai tuan atau mengambil jarak dengan alam.


Kemiskinan

Kemiskina lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh (Emil Salim, 1982).

Menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun). Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dsb;

b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usah;

c. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;

d. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja;

e. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

Menurut teori Fungsionalis dari Statifikasi (tokohnya Davis), kemiskinan memiliki sejumlah fungsi yaitu:

1. Fungsi Ekonomi

Penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).

2. Fungsi Sosial

Meninmbulkan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.

3. Fungsi Kultural

Sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.

4. Fungsi Politik

Berfungsi sebagai kelompok gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.

Walaupun kemiskinan mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi karena kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar